Ketika mentari mulai turun ke peraduan, indah langit merona senja, semilir angin sepoi bertiup melengkapi suasana syahdu di sebuah asrama putri pesantren tahfizh. Riuh rendah suara tilawah dan murajaah bersahutan dari pekarangan luas nan asri Pondokpreneur An Najah.
Teng.. teng.. teng..
Terdengar suara tak asing dengan tempo yang khas. Setiap hari hampir tak pernah absen mengeluarkan suara nyaringnya untuk mengingatkan warga terhadap waktu dan untuk membangunkan shalat malam. Suara itu berasal dari sebuah lonceng milik seorang kakek tua. Seorang yang telah menghidupkan masjid di zamannya, dan seorang muslim yang ta'at akan perintah-Nya.
Namanya Much. Sujadimuchtar. Biasa disebut Mbah Yadi atau Mbah Yai. Beliau lahir sekitar tahun 1921-an. Beliau dibesarkan di kota yang terkenal dengan julukan “Kota Pendekar”, yakni di Dukuh Sluru, Desa Sambirejo, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. Disanalah, beliau dibesarkan dan dilahirkan bersama pendekar-pendekar hebat lainnya.
Foto Mbah Di saat masih muda
Much. Sujadi Muchtar, pada masa mudanya adalah seorang veteran di zaman Presiden Soekarno yang telah memperjuangkan dan mengorbankan tenaga, waktu, hingga nyawanya untuk mempertahankan negara demi kepentingan banyak orang.
Beliau yang kini sudah berusia 100 tahun, juga seorang petugas representasi dari pemerintah yang bertugas untuk menikahkan kedua mempelai untuk menggantikan wali dari pihak keluarga, yang biasa kita sebut penghulu pada masanya. Beliau juga sekaligus pencatat pernikahan tersebut ke dalam catatan pemerintah. Banyak pasangan yang menikah dengan bimbingan dari beliau. Namun, dengan izin dari Allah, Sang skenario terbaik, diusia yang hampir seabad ini, beliau kini masih lajang, tinggal seorang diri, di sebuah rumah tua nan kokoh dengan halaman seluas 2000 m² (meter persegi) dipenuhi dengan berbagai pepohonan rimbun dan hiasan-hiasan kuno zaman dulu yang disertai dengan perpaduan cat yang selaras sehingga menambah keindahan artistiknya.
Rumah yang apik, halaman luas yang bersih menandakan diri seorang muslim yang teguh sebagaimana ungkapnya sore itu pada kami, “annadhofatu minal iman.” Ujar kakek tua itu kepada kami.
Kami pun mengangguk kagum, mendengarkan banyak cerita dari beliau. Sungguh sangat banyak pembelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari cerita beliau. Meskipun sudah tua dan dan tinggal seorang diri, beliau tak pernah terlihat putus asa dan tidak terlihat ada tanda tanda kepikunan muncul dalam dirinya, masih kuat berdiri meskipun badannya sudah membungkuk, dan tak lupa senyum hampir tak pernah lepas mengiringi setiap ucapannya.
MasyaAllah..
Madiun, 4 Juni 2022
by Santri An-Najah
Ketika mentari mulai turun ke peraduan, indah langit merona senja, semilir angin sepoi bertiup melengkapi suasana syahdu di sebuah…
Aku adalah salah satu santri ikhwan angkatan ke-3 yang mengikuti program karantina Hafizh Qur'an 6 bulan . Aku ingin menjadi diantara orang...
"Saya ingin dicintai Allah, dan Allah memberi Saya jalan untuk mencintai-Nya dengan menjadi seorang Hafizh Al-Qur'an..." Meski bingung…
"Saya ingin dicintai Allah, dan Allah memberi Saya jalan untuk mencintai-Nya dengan menjadi seorang Hafizh Al-Qur'an..." Meski bingung…
Ini adalah sebuah perjalanan kehidupan para santri untuk ikut bersusah payah mendapatkan ilmu serta hal-hal yang nanti tidak terlupakan. Yang terpenting yakni apa yang kita lakukan hari ini akan kita petik di masa mendatang.
Jadi jika hari ini kita melakukan hal-hal yang terasa berat dan menyusahkan ingatlah ini hanya sementara. Insya Allah hasilnya akan kita peroleh suatu saat nanti dan jadikanlah ini sebagai motivasi kita untuk senantiasa bersemangat dalam melakukan apapun.
Ir. Arief Musta'in, MBA
Owner & Pengawas Yayasan Pondok An-Najah
Ayo bergabung bersama kami di Pondok An Najah Insya Allah kamu akan menjadi anak muda yang Hafal Qur'an, jago IT dan pinter berwirausaha. Dapat rezeki, bisa ke Korea!!!
Ustadz Razas MS
Pembina Yayasan Pondok An Najah
Best AI Website Creator